Politik, Pendidik dan Polemik : Dilema Politikus Masuk Kampus Sebagai Pelanggaran Kode Etik Profesi - LPM Apresiasi | Kritis, Realistis, Demokratis
News Update
Loading...

Politik, Pendidik dan Polemik : Dilema Politikus Masuk Kampus Sebagai Pelanggaran Kode Etik Profesi

 


Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam melaksanakan tugas profesinya, dan dalam kehidupan di masyarakat. Kode etik ini memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan profesi. Gibson dan Michel (1945-449) mengemukakan bahwa kode etik memiliki fungsi utama sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang profesional.

Setiap profesi memiliki kode etiknya masing-masing, termasuk akademisi kampus. Tengah menjadi sorotan dewasa ini, rangkap jabatan yang dilakukan oleh pihak akademisi kampus. Hal ini sempat menimbulkan polemik berkepanjangan. Pasalnya, rangkap jabatan yang dilakukan oleh pihak akademisi kampus ini melanggar kode etik profesi.

Menelaah kembali kasus pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh rektorat Universitas Indonesia. Hal ini dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013, yang saat ini telah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia. Pada saat itu Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro merangkap jabatan sebagai Rektor UI dan sebagai Wakil Komisaris Utama / Independen di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Belajar dari kasus tersebut, kasus semacam ini mungkin juga terjadi di kampus-kampus lain, termasuk kampus swasta. Terlebih kampus swasta bukan merupakan perguruan tinggi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah. Kampus swasta yang notabene di bawah naungan dan pengawasan yayasan, memperbesar celah untuk terjadinya pelanggaran-pelanggaran kode etik profesi akademisinya. Pelanggaran kode etik profesi semacam ini dikhawatirkan berpengaruh pada kinerja dan integritas akademisi dalam pelaksanaan tanggung jawab jabatan.

Belajar dari masalah tersebut, kita tidak ingin hal serupa terjadi pada kampus tercinta. Belakangan tengah ramai, politisi masuk kampus. pasalnya, salah satu jajaran akademisi kampus menduduki jabatan sebagi pimpinan di sebuah partai politik. Hal ini jelas menimbulkan polemik di lingkungan universitas terutama mahasiswa. Problematika ini tengah membuat keresahan karena dikhawatirkan akan timbul campur tangan politik pada pelaksanaan tatanan kampus.

 

Hal tersebut juga dianggap melanggar isi dari salah satu pasal dalam statuta universitas. Pada Pasal tersebut menjelaskan bahwa pihak akademisi kampus dilarang terlibat dalam partai politik. Statuta ini sempat mengalami revisi pada tahun 2019, dan dilansir pelantikan pihak akademisi tersebut sebagai pimpinan partai politik terlaksana pada tahun 2021.

Maka, statuta ini seharusnya sudah diberlakukan. Pelanggaran ini termasuk dalam pelanggaran kode etik profesi akademisi. Pelanggaran statuta universitas ini jelas menimbulkan polemik di kalangan mahasiswa. Memicu mahasiswa untuk menanggapi hal ini secara kritis.

Dalam kondisi ini, mahasiswa khawatir akan adanya peluang campur tangan politik di lingkungan universitas. Seperti yang kita ketahui bersama, partai politik seringkali membawa kepentingan golongannya. Mengutip dari pernyataan mahasiswa aktivis kampus, kegiatan penyampaian aspirasi dan ekspresi mahasiswa seringkali mendapatkan kecaman.

Hal ini membuat mahasiswa mulai resah akan terjadinya normalisasi politik untuk masuk dalam kampus. Ditakutkan masalah ini akan mempengaruhi integritas dari akademisi dan mempengaruhi keseluruhan tatanan kampus. Apalagi, kampus ini tidak mendapat pengawasan langsung di bawah pemerintahan, namun melalui pengawasan yayasan. Sehingga, sanksi yang diberikan bergantung pada keputusan yayasan tanpa ada peraturan pemerintah yang menindak tegas hal tersebut.

Namun, masalah ini juga belum ditanggapi secara serius oleh pihak yayasan. Masalah ini harus segera ditindak lanjuti. Apalagi mahasiswa sudah mulai bersuara mempertanyakan ketegasan yayasan terhadap pelanggaran dan pelaksanaan statusa universitas. Ada beberapa upaya yang dapat dilaksanakan guna meminimalisir terjadinya hal semacam ini, seperti:

 

Publikasi dan Sosialisasi Statuta Universitas kepada Seluruh Warga Kampus

Statuta yang menjadi konstitusi dan pedoman universitas, perlu diketahui oleh seluruh warga kampus. Layaknya Undang-Undang Dasar, dalam pelaksanaannya statuta perlu mendapat pengawasan. Apabila statuta ini tidak dipahami dengan baik oleh seluruh warga kampus, maka tidak heran jika banyak kecacatan dalam implementasinya. Pelanggaran-pelanggaran akan terjadi bahka dinormalisasi. Salah satunya seperti yang telah dibahas sebelumnya. Pelanggaran yang dilakukan pihak akademisi terhadap salah satu pasal dalam statuta universitas. Hal ini akan memorak-porandakan pelaksanaan tatanan kampus. Hal ini memungkinkan, adanya dampak terhadap keseluruhan aspek pelaksanaan akademis maupun non-akademis universitas.

Oleh karena itu, statuta universitas ini harusnya dipublikasikan dan disosialisasikan kepada warga kampus. Sebagai upaya awal meminimalisir pelanggaran terhadap statuta itu sendiri, termasuk pelanggaran kode etik yang dilakukan jajaran akademisi seperti yang telah dipaparkan.

 

Serap Aspirasi, Lakukan Realisasi

Mahasiswa sering sekali memberikan aspirasi kepada kampus. Melalui berbagai program, salah satunya dialog mahasiswa yang termuat sebagai peogram kerja tahunan organisasi mahasiswa. Selain itu, juga terbentuk aliansi mahasiswa yang menanggapi dengan kritis berbagai ketidak sesuaian yang ada di kampus. Namun, sayangnya aliansi ini seringkali dianggap sebagai organisasi ilegal karena tidak berada di bawah naungan universitas.

Akan tetapi, kenyataannya masih banyak sekali aspirasi yang belum terealisasi. Bahkan terkadang mahasiswa dibatasi dalam menyampaikan pendapat, terutama terkait hal yang berkaitan dengan universitas. Sebagai contoh, protes mahasiswa terhadap ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tatanan universitas dan implementasi peraturan. Seringkali pelaksanaannya mendapatkan kecaman, sehingga kebebasan berekspresi mahasiswa masih dibatasi.

Sebenarnya, mahasiswa mampu berpikir kritis. Termasuk menanggap isu terkait pihak akademisi yang terlibat dalam partai politik yang sempat dibahas sebelumnya. Apabila diberi ruang untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi, tidak menutup kemungkinan mahasiswa mampu memberi solusi maupun aspirasi. Perlunya keterbukaan kampus dalam menerima masukan dan aspirasi dari mahasiswa guna membangun keselarasan dalam pelaksanaan tatanan kampus. Membangun kampus menjadi lebih baik, melalui realisasi bukan janji.


Pemaksimalan Pengawasan Yayasan Terhadap Universitas

Universitas kita yang termasuk universitas swasta, berada di bawah pengawasan yayasan. Pengawasan yang tidak langsung dilakukan oleh pemerintah membuat celah pelanggaran-pelanggaran peraturan dan kode etik. Pasalnya, kepentingan golongan lebih mudah masuk dan bercampur dalam pendidikan di lingkungan kampus. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan tindak tegas dari pihak yayasan dalam melaksanakan pengawasan terhadap universitas. Diharapkan pengawasan yang maksimal dan tindak tegas dari pihak yayasan mampu menegakkan kembali implementasi peraturan dan kode etik yang berlaku di universitas. Guna mewujudkan kampus yang bersifat netral sesuai dengan salah pasal yang terkandung dalam statuta universitas, yang menyatakan bahwa kampus bersifat netral.

 

Restrukturasi Jabatan di Kalangan Akademisi Kampus

Apabila telah terjadi pelanggaran semacam ini, yaitu akademisi yang terlibat dalam partai politik. Maka, perlu adanya restrukturasi jabatan yang di lakukan oleh pihak yayasan. Mencegah terjadinya rangkap jabatan, maupun masuknya kepentingan politik dalam pendidikan di kampus. Jangan sampai dengan adanya problematika akan mempengaruhi integritas akademisi kampus. Mencegah politik masuk dalam dunia pendidikan, bahkan hingga dinormalisasi. Politik dan pendidikan memiliki arah dan tujuan yang berbeda, sehingga keduanya kurang baik apabila disatukan. Mari bersama wujudkan kampus berintegritas, bermoral dan netral.



Penulis: Putri Noor Azizah

Penyunting: Rynaldi Fajar

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Artikel ini merupakan hasil pemenang lomba opini yang diselenggarakan oleh LPM Apresiasi. Redaksi mendapatkan izin publikasi artikel untuk dimuat pada laman lpmapresiasi.com. Redaksi menyunting sedikit diksi sesuai dengan kaidah penyutingan. 

Share with your friends

Give us your opinion
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done