![]() |
Foto: Zeidan Bima/Apresiasi |
Dipicu naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Pertamax, serta Pemerintah dinilai abai dalam menstabilkan harga minyak goreng. Pada Kamis (14/04/2022) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Soloraya menggelar aksi di Bundaran Gladak, Kota Surakarta.
Dalam aksi yang bertajuk Soloraya Menggugat, massa aksi menilai bahwa tuntutan berasal dari keluh kesah masyarakat.
Zulfikar, peserta aksi Soloraya Menggugat, menjelaskan terkait tuntutan memokuskan pada kenaikan harga Pertamax dan harga minyak goreng.
Selain itu, permasalahan kenaikan harga berdampak pada keseharian masyarakat kecil menengah ke bawah.
Zulfikar menambahkan, kenaikan Pertamax menjadi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama masyarakat yang berprofesi membutuhkan bahan bakar minyak seperti ojek online.
"Pemerintah juga tidak bisa memastikan ketersediaan yang cukup untuk Pertalite sebagai alternatif pengganti BBM jenis Pertamax,” ujarnya.
Widi selaku Koordinator Lapangan aksi Soloraya Menggugat, memaparkan bahwa, pertama, mendesak pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng dan bahan pokok lainnya. Kedua, pemerintah seharusnya mengkaji kembali terkait kenaikan harga BBM dan menjamin ketersediaannya di seluruh Indonesia. Ketiga, pemerintah mengkaji kembali mengenai Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) serta menghentikan IKN.
Namun demikian, Widi menjelaskan tuntutan mengenai wacana penolakan Presiden 3 periode. Widi menuturkan bahwa isu jabatan Presiden 3 periode tidak menjadi penyebab aksi Soloraya Menggugat.
“Tidak, itu tidak benar. Karena pada saat itu sudah ada pemberitaan bahwasanya Bawaslu sudah dilantik dan tanggal pemilu pun sudah ada, 14 Februari 2024," tutur Widi.
Aliansi BEM se-Soloraya menganggap aksi Soloraya Menggugat merupakan aksi internal. Menggelar aksi sendiri lantaran ada rasa trauma dari aksi sebelumnya di bundaran Tugu Tani, Kartasura.
"Internal dari BEM soloraya menghendaki untuk aksi sendiri. Karena mungkin ada rasa trauma dan rasa khawatir dengan aksi di Kartasura tahun 2021 saat masa omnibus law. Jadi, kita lakukan saja aksi internal BEM Soloraya,” papar Widi.
Mahasiswa menyampaikan aspirasi dari masyarakat secara bergantian. Mahasiswa pun pun menaruh harapan besar atas aksi yang dilakukan.
“Pemerintah pun seharusnya bisa membuka mata dan telinga lebar – lebar terhadap aksi seperti ini. Intinya pemerintah harus mendengarkan keluh kesah yang ada di masyarakat,“ ujar Zulfikar.
Aksi serupa yang dipelopori mahasiswa pun terjadi di luar Kota Surakarta. Zulfikar mengharapkan gerakan penolakan serupa dapat mendesak kebijakan Pemerintah.
“Aksi-aksi seperti ini seharusnya lebih banyak dilakukan di berbagai kota. Karena menindaklanjuti dari keputusan pemerintah yang tidak baik bagi masyarakat," pungkas Zulfikar.
Reporter: Mini Aprilia
Penulis: Alfina Rusliana
Penyunting: Rynaldi Fajar