Opini mengenai
pengertian mahasiswa dimaknakan berbeda oleh Erlina Kurnia Eka Sari, mahasiswa
Fatipa. Ia mengungkapkan bahwa mahasiswa itu tidak harus remaja, tetapi mereka
yang menuntut ilmu lebih. Apabila kita kerja pun, pendidikan tetap nomor satu.
Sejatinya, mahasiswa
adalah generasi muda. Ujung tombak pembangunan bangsa yang seharusnya memiliki
peran penting dalam masyarakat. Dewasa ini, kita jumpai mahasiswa justru
cenderung acuh terhadap negaranya sendiri. Dalam konteks ini dapat dikatakan:
apatis. Tidak hanya itu, mahasiswa di era sekarang lebih pasif dibandingkan
dengan era sebelumnya. Mengapa ada anggapan demikian?
Memaknai pengertian
mahasiswa memang tak akan berhenti pada satu atau dua pengertian saja. Sebab,
tujuan utama menjadi mahasiswa merupakan menuntut ilmu. Namun apakah pengertian
tentang mahasiswa tak hanya berhenti sampai disitu.
Seperti yang dikatakan
Edi Suranto, mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, “Ya, mahasiswa itu
orang yang berada di suatu perguruan tinggi, kan? Kalau maknaya itu, bagaimana
lagi.”
Nah, jika makna
mahasiswa hanya berhenti sampai disitu, kita cukup berpuas diri menjadi
mahasiswa ‘kupu-kupu’ (kuliah-pulang-kulah-pulang) apa yang kita dapat selama
memegang titel mahasiswa. Lebih jauh diutarakan oleh Edi, kehidupan mahasiswa tak
terlepas dari organisasi, meskipun ada beberapa dari mereka tetap bisa berkarya
setelah keluar dari organisasi.
Sebagai mahasiswa,
tentu memiliki tujuan masing-masing setelah memutuskan masuk dunia perkuliahan.
Apa yang kita rencanakan semuanya harus jelas, dan terorganisir dengan baik. Dengan
tujuan yang jelas, kita mendapat tambahan dari output sebagai mahasiswa dengan menunjukkan prestasi, baik di bidang
akademik maupun non-akademik, menjadi mahasiswa berprestasi, mengikuti
lomba-lomba atau kegiatan non-akademik di kampus, lain sebagainya.
Risiko menjadi seorang
mahasiswa harus bisa bersikap lebih dewasa serta menjaga tutur katanya. Seperti
pendapat dari Avitsah Mada Fasi Putri, mahasiswa Akuntansi. Seorang mahasiswa
harus lebih dewasa dan mampu menjaga tutur katanya. Mahasiswa juga sebagai ‘agen of change, dan menyambung lidah
rakyat dengan kemampuan yang dimiliki. Seperti halnya dikatakan Wahid Nur Faiz,
mahasiswa Prodi Ilmu Hukum. Ketika masyarakat mengalami suatu kesulitan, tidak
ada elemen mana pun yang membantu, mahasiswa datang memperjuangkan hak-hak
masyarakat, meski pun tetap saja tak semua mahasiswa memiliki kepekaan tentang demikian
di era sekarang.
Kedewasaaan turut andil
berpengaruh besar. Dalam lingkup ini, ada beberapa aspek yang dimaksud:
kepedulian, kepekaan, dan tanggungjawab. Pada dasarnya, sebagai mahasiswa, kita
harus lebih dalam pada aspek-aspek tersebut. Namun, kenyataanya masih banyak
mahasiswa yang terpaku pada pola pikir lama yang kekanak-kanakan. Bahkan,
dengan pola pikir demikian, ada pendapat bahwa mahasiswa saat ini banyak yang
belum bisa dikatakan mahasiwa.
Fungsi mahasiwa pun tak
semata-mata menjadi penutut ilmu, lebih jauh lagi bahwa setelah lulus dari perguruan
tinggi diharapkan mahasiswa mendapatkan pendar output tentang ilmu yang didapatkan namun juga soft skill perkuliahan, sebisa mungkin setelah lulus mampu beradaptasi
dengan lingkungan, mewujiadkan masyarakat madani, tak hanya menjadi kritikus
handal yang tak bertanggungjawab. Namun mengoreksi apa yang sekiranya belum
benar.
Kemudian, jika kita
melihat di Universitas Slamet Riyadi (Unisri), notabene opini
menyebutkan bahwa mahasiswa di Unisri masih menjadi mahasiswa yang sangat
pasif, kepedulian sesama mahasiswa masih sangat kurang, bahkan banyak dari
UKM/Ormawa di Unisri tak saling mengenal satu sama lain.
“Mahasiswa Unisri
sebahrusnya bisa berkontribusi membangun organisasi, mengembangannya kepada
masyarakat,” tutur Cici Suryaningsih, mahasiswa Agroteknologi.
Maka, banyak harapan
muncul untuk mahasiswa di era sekarang, menjadi lebih dewasa, mampu membersakan
mana yang baik dan mana yang tidak, menyeimbangkan antara organisasi dan akademik,
sadar akan tanggungjawab yang diemban sabagai mahasiswa, meningkatkan
kepedulian dan silaturahmi sesama mahasiswa, menjadi lebih aktif, tak
meninggalkan tanggungjawab.
Sebagai ujug tombak, generasi
muda yang menjadi penentu. Apaakah mata tombak tersebut terasah tajam atau
tustru menjadi tumpul setumpul-tumpulnya. Akankah sasaran tombak itu membawa
kita pada kemajuan bangsa Indonesia atau justru sebaliknya. Sebagai mahasiswa,
tanggungjawab tersebut berada di tangan kita. Sebab, mahasiswa dituntut aktif,
aktif bukan dalam hal mencari kesalahan, namun, ‘suaranya’ berani menilai yang
sekiranya patut untuk dinilai, tidak hanya menjadi boneka yang dimainkan
kesana-kesini, tetapi mampu berani bertanggungjawab segala yang sudah disurakan
dan dilakukan.
=================
Menyambung arsip majalah, Redaksi menulis ulang dan menyunting sedikit diksi. Artikel ini terbit pada Majalah Apresiasi Edisi 2018, ditulis oleh: Rika, Risa, dan Rida