Pemerintah kembali mengibarkan bendera efisiensi anggaran, kali ini dengan memangkas Rp306,69 triliun di tahun 2025. Konon, ini demi optimalisasi belanja negara agar lebih tepat sasaran. Salah satu sasaran utamanya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) serta suntikan dana untuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Namun, apakah efisiensi ini benar-benar langkah cerdas, atau hanya kamuflase untuk menutupi kebijakan yang berpotensi membuka celah korupsi?
Makan Bergizi Gratis
(MBG): Berkah atau Beban?
Program MBG tentu
terdengar heroik. Makan gratis untuk anak-anak? Siapa yang tidak mendukung?
Tapi, jika melihat realitas anggaran, program ini bisa menjadi bom waktu.
Dengan dana yang dipangkas, dari mana sumber daya untuk memastikan program ini
berjalan tanpa merugikan sektor lain? Jangan-jangan, ini hanya proyek mercusuar
yang akan berakhir seperti program serupa sebelumnya. Mangkrak, penuh
penyimpangan, dan menjadi ladang bancakan.
Mari kita lihat kasus
Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang penuh dengan "mafia bansos".
Bukannya rakyat mendapat pangan berkualitas, mereka justru diberi bahan makanan
kadaluwarsa dengan harga yang di mark-up. Jika skema MBG tidak diawasi
dengan ketat, kita mungkin akan melihat pola yang sama yaitu pengadaan fiktif,
penyedia yang dimonopoli oleh oligarki, dan makanan yang lebih cocok untuk
pakan ternak daripada dikonsumsi oleh anak-anak Indonesia.
Danantara: Investasi atau
Inkubator Korupsi?
Sementara itu, BPI
Danantara diklaim sebagai kendaraan investasi negara. Tujuan mulianya adalah
mengelola dana Sovereign Wealth Fund (SWF) agar bisa menarik investasi
luar negeri. Tapi mari jujur, di negara dengan sejarah panjang korupsi, apakah
ada jaminan bahwa Danantara tidak menjadi “Danantara Ghoib?”
Kita hanya perlu melihat
contoh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Jiwasraya. Dana besar,
pengelolaan amburadul, dan akhirnya skandal keuangan yang merugikan negara. BPI
Danantara berpotensi menjadi lubang hitam anggaran di mana dana negara "disulap"
menjadi keuntungan pribadi segelintir elit.
Apalagi transparansi
menjadi isu besar jika mekanisme pengelolaannya tidak dibuat super ketat dan
diawasi secara independent. Bukan tidak mungkin Danantara hanya menjadi pos
anggaran yang terus diguyur uang rakyat tanpa hasil nyata. Investor pun bisa
berpikir dua kali sebelum menaruh uang mereka jika badan ini tidak memiliki
tata kelola yang jelas dan bebas dari intervensi politik.
Kesimpulan: Rakyat Dibuat
Kenyang atau Makin Kelaparan?
Efisiensi anggaran
seharusnya berarti penggunaan uang yang lebih cerdas, bukan sekadar pemangkasan
tanpa arah. Jika program MBG dan Danantara tidak dikelola dengan akuntabilitas
tinggi, maka ini hanya akan menjadi proyek jangka pendek yang menyedot dana negara
tanpa memberikan manfaat riil bagi masyarakat.
Pada akhirnya, rakyat
tidak butuh janji manis tentang makan bergizi jika realitasnya justru anggaran
diselewengkan. Dan investasi negara seharusnya memberikan keuntungan untuk
rakyat, bukan memperkaya oligarki. Jika tidak ada transparansi, kita hanya akan
menyaksikan satu lagi babak drama korupsi yang mengulang sejarah lama yaitu
elit semakin kaya, rakyat tetap menderita.
Penulis : Oliviana Angelicha Effendy
Penyunting : Luthfia Fanyna Amanda