Sumber
foto: Aryo Satryo Tamtomo/Sesi pemutaran film pendek di Griya Mahasiswa UMS
Solo, Senin (01/12) – Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM) Pabelan baru saja menggelar perilisan majalah edisi kedua berjudul “ Perempuan Pewaris Budaya”.
Acara yang digelar di Griya Mahasiswa
UMS, Kabupaten Sukoharjo, ini melibatkan Komunitas Jejer Wadon serta Koperasi
Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo untuk mengulas isi majalah tersebut.
Acara ini turut dihadiri oleh berbagai elemen
organisasi mahasiswa UMS dan turut mengundang sejumlah perwakilan media
mahasiswa eksternal UMS. Keunikannya tampak sebelum para mahasiswa UMS dan tamu
memasuki gedung, mereka disuguhi dan bisa mencoba berbagai varian jamu yang
telah disediakan panitia.
Sumber foto: Tim
dokumentasi peluncuran Majalah PABELAN/Pembacaan puisi ”Warisan di Ujung Jari" oleh Alfian Nur
Ridwan
Rangkaian pagelaran ini berlangsung selepas Isya’
tepatnya pukul 19.00 WIB. Pagelaran dibuka dengan sambutan beberapa petinggi
LPM Pabelan, dilanjut dengan sesi pembacaan puisi bertemakan jamu, pemutaran
film pendek mengenai seputar jamu serta nasib pengusaha jamu di Sukoharjo, dan sesi
bedah majalah. Acara di tutup dengan penampilan Band Rastakrina Soundsystem.
Sesuai judulnya, majalah edisi ini berfokus pada isu
perempuan dan kebudayaan, khususnya mengenai peran ganda perempuan dan
kaitannya dengan pelestarian budaya.
Alifa Raihana, selaku Redaktur
Pelaksana Majalah PABELAN menjelaskan bahwasannya koneksi di antara keduanya
terletak pada peran perempuan yang selalu erat kaitannya dengan budaya.
“Jamu itu kita sering banget denger sebutannya mbok
jamu, bukan pak jamu atau mas jamu. Selain itu juga seni-seni tari dan
seni-seni batik itu juga banyak sekali peran perempuan di sana. Sebenarnya
laki-laki juga memiliki peran tapi balik lagi, perempuan itu juga memiliki
perannya sebagai seorang ibu di mana peran tersebut punya keterkaitan langsung
terhadap pelestarian budaya,”. ujar Alifa.
Ia juga menegaskan bahwa, majalah ini penting untuk
disimak.Sebab di tengah huru-hara isu feminisme saat ini, LPM Pabelan melalui
majalahnya justru berfokus untuk mengulik sisi lain dari peran wanita yang
berperan krusial dalam pelestarian budaya, dibarengi berbagai sajian data
hingga fakta terbaru.
Sementara itu, dalam sesi bedah majalah edisi kali ini,
LPM Pabelan secara khusus menggandeng dari pihak eksternal yakni dari komunitas
perempuan sekaligus organisasi jamu se-Indonesia. Mereka ialah Vera Kartika
Giantari dari komunitas Jejer Wadon dan Suwarsi Moertedjo yang menjadi ketua
sekaligus perwakilan bagi Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo.
Aqil Adhitya selaku Pemimpin Redaksi,
menuturkan bahwa pelibatan kedua organisasi tersebut adalah sebagai bentuk
representasi dari atas isu peran ganda perempuan sekaligus kebudayaan.
“Mereka (Jejer Wadon) komunitas perempuan yang giatnya
itu terkait isu gender dan lain sebagainya. Kemudian dari Kojai itu sebagai
pegiat langsung, perwakilan dari pegiat budaya itu sendiri. Jadi bisa
mewakililah pegiat budaya dan yang paham soal peran ganda itu,” tuturnya.
Sumber foto: Tim
dokumentasi peluncuran Majalah PABELAN/Sesi bedah Majalah "Perempuan
Pewaris Budaya”
Sepanjang sesi tersebut, para narasumber banyak bercerita
tentang pentingnya peran perempuan sebagai penjaga budaya secara turun-temurun.
Termasuk juga, membahas berbagai isu seperti bagaimana lika-liku pengusaha jamu
di Sukoharjo yang mendapatkan penertiban aparat, hingga menyoroti pentingnya
pemerintah untuk hadir berperan dalam melestarikan budaya.
Pada penutup sesi bedah majalah, masing - masing
narasumber memberikan closing statement dimulai
dari Suwarsi selaku Ketua Kojai Sukoharjo yang menyarankan pemberdayaan budaya
minum jamu di masyarakat sebagai salah satu sarana dalam menjaga kesehatan
tubuh.
“Sekarang itu anak-anak muda banyak yang sakit stroke,
stroke, stroke, karena pola makan juga-pola pikir juga, dan tidak mau minum
yang alami tadi. Padahal alami itu tidak bisa tokcer, langsung sembuh ndak
bisa, bertahap.” ujarnya.
Di sisi lain, Vera perwakilan dari Komunitas
Jejer Wadon, ikut memandangi pentingnya peran perempuan selaku pelestari budaya,
termasuk juga penyelarasan peran ganda terhadap perempuan itu sendiri.
“Peran ganda itu hal yang lumrah tapi, bagaimana peran
ganda itu tidak menjadi beban. Mungkin ada sesuatu yang tidak seimbang,
sehingga kita berperan ganda dan di situlah terjadi berbagai bentuk eksploitasi
kekerasan dan sebagainya.” pungkas ibu dari tiga anak tersebut.
Pada akhirnya, launching
sekaligus bedah majalah ini ditutup dengan performance band asal Yogyakarta, Rastakrina Soundsystem yang
menghadirkan pembawaan yang energik dan repertoar yang kritis.
Penulis : Aryo
Satryo Tamtomo
Penyunting : Nazuwa Basalwa