Di hadapan gemuruh ombak yang
menyapu pasir pantai, kutatap sendu kedua bola matamu. Tersirat banyak pesan
yang belum sempat terucap dari mulutmu.
Di tengah hembusan angin yang kian
lama kian mengencang kau sapu helaian rambutku. Semakin lekat aku menatap kedua
manik matamu, semakin tak kuasa pula aku menahan air mata yang sudah memaksa
untuk jatuh menetes di kedua pipiku.
Saat mulutmu mulai terbuka, saat
itulah debaran jantungku mulai mengencang. Ya benar, kalimat sialan itu adalah
kalimat perpisahan. Kalimat yang tidak pernah kita harapkan itu kini sudah
terucap jelas dari mulutmu.
Tubuhku mulai terpaku. Ribuan tanya
mulai menghantuiku. Bagaimana bisa parasmu yang sangat menawan, senyumanmu yang
sangat menghanyutkan, dan tatapanmu yang sangat menenangkan itu ternyata
menjadi alasan matinya perasaanku.
Kesalahan terbesarku saat itu adalah
menerka kita akan selamanya. Ternyata keputusan untuk berkelana dengan pujaan
baru telah mutlak menjadi pilihanmu. Selamat ya? selamat berkelana di
perjalanan barumu.
Nyatanya selembut apapun caranya,
perpisahan tetaplah menyakitkan.
Penulis: Lintang Febrianti
Penyunting: Lathifah An Najla