Surakarta, 27 Oktober 2025
Aku masih ingat pertama kali melihatnya — seseorang yang tak sengaja datang, tapi meninggalkan jejak begitu dalam.
Tidak ada yang istimewa sebenarnya. Hanya tatapan yang singkat, senyum yang sederhana, dan percakapan kecil yang entah mengapa terasa berbeda.
Sejak saat itu, sesuatu tumbuh di dalam dada: pelan, diam, tapi nyata.
Aku tahu sejak awal, kami tak mungkin bersatu. Dunia kami berbeda, arah kami pun tak sama. Tapi hati tidak selalu mau diatur oleh logika.
Aku mencintainya tanpa pernah berani mengatakannya. Aku memilih diam, sebab aku tahu — beberapa perasaan memang lebih indah jika disimpan, bukan diungkapkan.
Setiap hari, aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Dari jarak yang aman, di antara hiruk pikuk kehidupan yang terus berjalan.
Kadang, cukup satu senyumnya saja untuk membuat hariku terasa penuh.
Lucu, ya? Betapa bahagia bisa datang dari hal sekecil itu — dari seseorang yang bahkan mungkin tidak menyadari keberadaanku.
Aku berdoa dalam diam agar langkahnya selalu ringan, agar setiap senyumnya membawa ketenangan, agar Tuhan selalu berada di sisinya.
Karena meskipun aku tidak ada di hidupnya, aku ingin yang terbaik untuknya.
Selamat berkelana, tuan.
Semoga di setiap perjalananmu, kamu menemukan kebahagiaanmu —
meskipun aku tidak menjadi bagian dari puranamu.
Aku akan tetap di sini, menjaga kenangan yang tak pernah sempat menjadi kisah.
Memandangmu dari jauh, mendoakanmu dalam diam,
dan mencintaimu… dengan cara yang sederhana, tapi nyata.
Penulis: Oliviana Angelica Effendy
