“Cinta Beda Agama — Saat Hati Konek, Tapi Tuhan Tak Satu Server” - LPM Apresiasi | Kritis, Realistis, Demokratis
News Update
Loading...

“Cinta Beda Agama — Saat Hati Konek, Tapi Tuhan Tak Satu Server”

 

(Sumber Ilustrasi: pinterest)

 

Di sudut kafe kecil Surakarta, dua anak muda tertawa pelan sambil menyeruput kopi. Sekilas seperti pasangan biasa, tapi di balik tawa itu tersimpan dilema yang tak sederhana. Mereka mencintai — tapi tidak menyembah Tuhan yang sama.

 

R dan M (nama disamarkan) pertama kali bertemu di media sosial. Percakapan ringan tentang musik berujung pada obrolan tentang hidup, dan seperti kebanyakan kisah modern, cinta datang tanpa izin. “Awalnya cuma iseng, tapi kok klik banget,” kata M sambil tersenyum. R menimpali, “Ya, kayak sinyal Wi-Fi — konek, tapi kadang putus kalau Tuhan lagi ngecek jaringan.”

 

Awalnya, perbedaan agama tak dianggap penting. Tapi waktu berjalan, dan realita mulai mengetuk pintu. Hari ibadah yang berbeda, keluarga yang bertanya “Dia seiman, kan?”, hingga doa yang tak lagi serempak — semua jadi batu kecil di jalan mereka.

“Kadang aku iri,” ujar R pelan. “Bukan karena dia ke gereja, tapi karena aku nggak bisa ikut masuk ke dunianya.”

 

M menanggapinya dengan nada sarkas tapi jujur,

 

“Kita kayak main game bareng tapi beda server. Mau login bareng, tapi sistem bilang ‘keyakinan tidak kompatibel.’

Lalu keduanya tertawa kecil sambil meneriakkan candaan khas mereka:

“Tepuk Mangu! 👏

Beda server! Beda server! Beda server!

Coba dulu! Coba dulu~”

 

Namun di balik humor itu, ada resah yang nyata. Hubungan mereka ibarat tali karet — lentur, tapi semakin diregang, semakin menyakitkan. M mencoba rasional, R mencoba pasrah, tapi keduanya sama-sama tahu: restu tak selalu sejalan dengan rasa.

 

Menurut Psikolog Dr. Feri Faila Sufa, S.Psi., S.Pd., M.Pd., fenomena cinta beda agama adalah refleksi generasi yang tumbuh di era keterbukaan tapi masih hidup di lingkungan nilai lama.

 

“Anak muda sekarang berani mencintai lintas iman, tapi belum siap menanggung tekanan sosial dan spiritualnya. Mereka bisa menyatukan playlist, tapi belum tentu bisa menyatukan doa,” ujarnya.

 

Kini, hubungan mereka menggantung di antara harapan dan kenyataan. Mereka tidak berpisah, tapi juga tak bisa melangkah ke arah yang lebih jauh.

 

“Kami masih sayang,” kata R lirih, “tapi mungkin cinta kami cuma punya tempat di ruang chat, bukan di altar.”

 

Cinta beda agama memang tak selalu berakhir dengan pernikahan atau restu. Tapi di tengah benturan nilai dan keyakinan, R dan M membuktikan satu hal sederhana: cinta bisa tetap ada — meski server-nya berbeda.

 

Penulis: Oliviana Angelica Effendy

Penyunting: Lathifah An Najla

Share with your friends

Give us your opinion
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done