CERITA DAN (sedikit)
OPINI
Menjadi mahasiswa adalah salah
satu mimpi yang sedang tercapai. Menjalani fase kuliah ini, juga salah satu
mimpi yang sedang dijalani. Dan, kampus tempat kuliah saat ini, bukanlah kampus
impian yang sedari kecil diimpikan.
Kuliah
bukan di kampus impian. Anyway, I’m not
alone. Banyak sekali –buuanyakk
bahkan, diluar sana yang kuliah bukan di kampus impian. Menyesal? Not at all. Banyak berkhayal? Iya,
terkadang. Ya, nggak bisa dipungkiri,
beberapa hal yang kita inginkan, tidak semudah itu untuk dicapai. Harus jatuh
bangun dulu untuk mendapatkannya. Bahkan, sudah sering jatuh pun, belum tentu
tercapai.
Kuliah. Nggak semua orang mampu, nggak semua orang mau, nggak semua orang sanggup. Terkadang,
yang mampu, tapi nggak mau. Yang mau,
tapi nggak mampu. Yang kedua-duanya
–mampu dan mau, tapi nggak sanggup.
Alasan setiap orang memutuskan masuk ke dunia bernama “kuliah” juga sangat
beragam. Ingin sekedar belajar, ingin belajar dan berkembang, ingin belajar dan
berkembang dan mendapat pengalaman, ingin belajar dan berkembang dan mendapat
pengalaman dan mendapat teman hidup, atau sekedar sebuah tuntutan.
Tapi,
mau bagaimanapun, ketika sudah masuk ke dunia perkuliahan, mau tidak mau
seseorang harus secara otomatis mau untuk hidup mandiri –sekalipun kampusnya
cuma lima langkah dari rumah. Mandiri dalam hal apa? Everything. Iya, semuanya.
Iya, tapi apa saja?
Sebagai
mahasiswa yang memutuskan untuk indekos, ini pertama kalinya dalam 19 tahun,
hidup sendirian di kota. Lalu rasanya? Galau
setengah mati-lah. Bagaimana tidak? Sejak masih digendong sampai bisa
berlari selalu hidup bersama orang tua. Dan, menjadi mahasiswa untuk pertama
kalinya, tekanan dari berbagai sudut juga sangat banyak sekali. But, this is my decision. So, I have to be
responsible about that. Tekanan dan keharusan bisa hidup mandiri harus
dihadapi dan dilaksanakan sendiri. Sebab, disini –di tanah yang jauh dari orang
tua, mau bermanja-manja dan merengek adalah satu hal konyol.
Selain
itu, juga mandiri dalam menghadapi masalah dan resiko. Jangan dikira kalau kehidupan kampus seindah
FTV yang sering ditayangkan ditelevisi. Apalagi resiko tentang tragedi salah
jurusan. Kalau kata orang, dengan kuliah seseorang bisa menemukan jati dirinya,
well, I think that’s little bit right.
Sebab, beberapa orang mengira dengan masuk jurusan ini atau itu, adalah passion-nya, adalah apa adanya dirinya,
adalah biar dilihat keren, adalah
impiannya, adalah-adalah yang lainnya. Tetapi, kenyataannya? Ketika dari awal
memang bersungguh-sungguh ingin kuliah, pastinya banyak persiapan untuk
mendaftar di kampus impian dan di jurusan impian. Dan, ku beri tahu. Terkadang,
yang kita impikan belum tentu yang terbaik untuk kita. Mungkin kelihatannya
baik untuk banyak orang, tapi belum tentu untuk kita.
Disinilah
banyak belajar mandiri itu. Mencoba menikmati “tragedi salah jurusan” itu
–walaupun terkadang ini benar-benar tragedi, dengan menjalaninya. Toh, tak ada
jurusan yang buruk, kan? Rasanya
semua jurusan –apapun itu, mengajarkan hal baik tentang kehidupan. Dan, rasanya
seburuk dan se-tidak terkenal apapun, kampus juga akan mengajarkan hal positif
pula perihal kehidupan.
Jadi,
dengan akhirnya memutuskan kuliah, apalagi mereka yang merantau dan yang rela
pergi begitu jauh dari keluarga, mereka yang mau belajar dari berbagai
pengalaman, mereka yang mau berkembang, mereka yang mandiri dan bertanggung
jawab dengan keputusannya, ya kalian
hebat. Selanjutnya, teruslah belajar, teruslah percaya bahwa tak ada yang
selesai dari sebuah seni belajar, teruslah rendah hati, teruslah menerima
nasihat, teruslah tersenyum, teruslah ingat orang-orang yang percaya dan
mencintai kalian, lalu cepatlah sadar –bagi kalian yang tidak
bersungguh-sungguh, dan teruslah percaya bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib
seseorang kecuali dia mau berusaha. Salam Hangat!
oleh : rikaa