Opini: Pencabutan ID Pers CNN – Sinyal Bahaya bagi Demokrasi yang Sedang Tayang Secara Langsung di Publik - LPM Apresiasi | Kritis, Realistis, Demokratis
News Update
Loading...

Opini: Pencabutan ID Pers CNN – Sinyal Bahaya bagi Demokrasi yang Sedang Tayang Secara Langsung di Publik




Pencabutan ID pers jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, oleh Biro Pers Istana karena dituduh bertanya “di luar konteks” kini tengah viral. Unggahannya telah dibaca ratusan ribu kali, memicu diskusi publik tentang kebebasan pers dan transparansi kekuasaan. Peristiwa ini bukan sekadar insiden birokrasi kecill, melainkan sinyal bahaya yang dipertontonkan secara terang-benderang kepada rakyat Indonesia: ruang pers mulai disempitkan dan demokrasi tengah dipertaruhkan.

1. Pertanyaan kritis dianggap ancaman?

Tugas utama jurnalis istana bukan hanya menjadi penerus pidato atau pembaca protokol, tetapi menjadi penghubung antara kekuasaan dan rakyat. Pertanyaan yang dianggap “di luar konteks” justru sering kali adalah suara rakyat yang tak terwakili dalam acara resmi. Bila pertanyaan kritis dicap sebagai pelanggaran, apa bedanya istana dengan panggung sandiwara yang hanya mengizinkan dialog searah?

2. Efek menakut-nakuti: sensor halus yang brutal

Pencabutan ID pers bukan sekadar administrasi. Namun bentuk chilling effect: pesan keras kepada semua wartawan, “jangan berani keluar jalur.” Bila jurnalis lain mulai takut bertanya demi menjaga akreditasi, maka publik kehilangan mata dan telinga independennya. Demokrasi tanpa pers kritis hanyalah demokrasi semu.

3. Melanggar konstitusi dan UU Pers

Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi. UU Pers No. 40 Tahun 1999 secara jelas menyebutkan bahwa siapa pun yang menghambat kemerdekaan pers dapat dikenai sanksi pidana (Pasal 18). Artinya, tindakan Biro Pers bukan sekadar “kebijakan internal,” melainkan potensi pelanggaran hukum.

([Dewan Pers](https://kumparan.com/kumparannews/dewan-pers-dorong-istana-jelaskan-pencabutan-id-card-wartawan-cnn-indonesia-25wUrXrUv2Q?utm_source pun sudah mendesak klarifikasi).

 4. Preseden buruk di mata publik

Kebebasan pers adalah salah satu indikator kesehatan demokrasi. Kasus ini viral karena publik sadar: jika istana bisa semudah itu mencabut ID pers hanya karena pertanyaan “tak nyaman,” maka apa bedanya dengan era ketika kritik dianggap subversif? Media internasional pun bisa membaca sinyal buruk ini, bahwa Indonesia sedang mundur dalam soal keterbukaan.

5. Tanggung jawab moral istana

Istana bukan hanya institusi politik, tapi simbol keterbukaan negara. Tindakan menutup mulut pers sama artinya dengan menutup akses rakyat terhadap kebenaran. Mengembalikan ID jurnalis bukan sekadar tindakan administratif—tetapi sebuah ujian moral: apakah istana berani menghormati kritik, atau memilih menyingkirkannya?

Kesimpulan

Kasus ini bukan sekadar soal seorang jurnalis kehilangan kartu akses. Ini adalah soal publik kehilangan hak untuk tahu, soal demokrasi yang mulai dikikis perlahan, dan soal kekuasaan yang mulai alergi terhadap pertanyaan kritis.

Jika istana tidak segera mengoreksi tindakannya, pencabutan ID pers ini akan tercatat bukan sebagai insiden sepele, melainkan sebagai simbol bagaimana kebebasan pers sedang digerogoti di depan mata publik secara langsung, viral, dan tanpa sensor.

 

Penulis: Oliviana Angelicha Effendy

Penyunting: Chintya Alinda Riskyani

Share with your friends

Give us your opinion
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done