Kisah Menur Si Guru Honorer
Karya : Alfiana Qori
Di sebuah desa kecil yang terletak di pelosok pedesaan, hiduplah seorang guru honorer bernama Menur. Menur adalah sosok yang penuh semangat dan dedikasi terhadap pendidikan, meskipun hidupnya tidak selalu mudah. Dia bekerja sebagai guru di sekolah taman kanak-kanak desa tersebut, tempat di mana anak-anak desa belajar dan bermimpi.
Menur adalah orang yang tekun dan berkomitmen terhadap tugasnya sebagai pendidik. Namun, kehidupannya menjadi semakin sulit karena perlakuan tidak adil yang dia terima dari kepala sekolah, seorang yang bernama Ibu Sari. Ibu Sari adalah sosok yang otoriter dan cenderung memandang rendah pada guru-guru honorer di sekolahnya.
Kepala sekolah tersebut seringkali tidak memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh Menur. Gaji yang seharusnya cair tepat waktu seringkali terlambat, bahkan ada bulan-bulan di mana Menur harus menunggu berhari-hari untuk menerima gajinya. Selain itu, Menur juga sering diberi tugas tambahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab staf sekolah tetap, tanpa adanya pengakuan atau imbalan tambahan.
Keadaan semakin rumit ketika Menur mencoba untuk memprotes perlakuan tersebut. Ibu Sari merespon dengan sikap acuh tak acuh. “Saya tidak butuh bawahan yang pintar tetapi saya butuh bawaan yang nurut sama saya di Lembaga ini” ujarnya sembari memalingkan wajah. Bahkan mengancam akan mengakhiri kontrak kerja Menur jika dia terus mengeluh. Guru honorer seperti Menur seakan-akan tidak memiliki hak untuk bersuara, dan keberpihakan yang jelas terhadap guru-guru tetap semakin memperburuk kondisinya.
Meskipun terdzolimi, Menur tetap gigih melanjutkan pekerjaannya. Ia yakin bahwa pendidikan adalah kunci untuk memberikan harapan dan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak desa tersebut. Ia terus berjuang, tidak hanya untuk memberikan ilmu kepada murid-muridnya tetapi juga untuk melawan ketidakadilan yang dia alami.
Suatu hari, sebuah insiden terjadi di sekolah. Sebuah kebijakan yang diambil oleh Ibu Sari merugikan banyak guru, termasuk Menur. Para orang tua murid pun mulai menyadari ketidakadilan ini dan mendukung Menur serta rekan-rekannya. Mereka bersama-sama mengajukan protes ke pemerintah desa dan dinas pendidikan setempat.
Akhirnya, tekanan dari masyarakat dan otoritas desa membuat Ibu Sari terpaksa mengubah sikapnya. Perlakuan tidak adil terhadap guru-guru honorer dihentikan, dan hak-hak mereka diakui. Menur dan rekan-rekannya tidak lagi merasa terdzolimi dan mendapat perlakuan yang lebih baik.
Kisah Menur menjadi inspirasi bagi banyak orang di desa tersebut. Meskipun diawali dengan ketidakadilan, keberanian Menur dan dukungan masyarakat desa membawa perubahan positif dalam sistem pendidikan lokal. Dan dari situlah, semangat perjuangan Menur mengajar dan melawan ketidakadilan memberikan harapan bagi perubahan yang lebih baik di masa depan.