Egosentris, Kenyamanan, dan Modal Penurut seperti Budak Adalah Bentuk sebuah Kekalahan - LPM Apresiasi | Kritis, Realistis, Demokratis
News Update
Loading...

Egosentris, Kenyamanan, dan Modal Penurut seperti Budak Adalah Bentuk sebuah Kekalahan

 

Foto:  https://headtopics.com


Dari sebuah buku yang diminati oleh kalangan para aktivis kampus, terdapat sebuah kata yang memantik saya menulis terkait hal ini. 'Aksi Massa Tan Malaka' itu bukunya, kutipan di salah satu bab awalan yang menarik adalah “Revolusi bukan sebuah ide yang luar biasa dan istimewa, serta bukan lahir atas perintah seorang manusia yang luar biasa, kecakapan dan sifat luar biasa dari seseorang dalam membangun revolusi, melaksanakan atau memimpinnya menuju kemenangan, tak dapat diciptakan dengan otaknya sendiri.” Yang saya garis bawahi disini adalah menuju kemenangan yang diinginkan oleh banyak orang, bukanlah hasil cipta dari seorang pemimpin yang tercipta dari hasil otaknya sendiri. Kekuasaan hanya tersentral ke satu orang saja akan mengakibatkan ketimpangan didalamnya, hal ini dapat kita lihat dari sejarah yang ada di Indonesia, saat Indonesia di monopoli oleh Belanda. Hal ini menyebabkan terlihatnya perbedaan kelas yang diperintah dan memerintah. Sebenarnya hal seperti ini bukan hanya terjadi pada masa lampau saat para penjajah mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya. Akan tetapi sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mau repot memikirkan sesuatu hal yang “out of the box” kalau kata orang-orang. Banyak dari kita khususnya anak muda yang masih tidak ingin repot untuk memikirkan sebuah hal yang anti mainstream, mereka hanya terfokus dari hal lalu yang sudah di turunkan, padahal hal tersebut sudah bobrok dan usang untuk di implementasikan pada masa sekarang. Takut menjadi berbeda dan takut dipandang ini itu menjadi alasannya. Dahulu kita menjadi budak saat negara lain menjajah kita, saat ini tak ada bedanya tetap menjadi budak karena budaya yang kita bentuk sebelumnya, dan bodohnya kita tetap menjalankannya padahal hal tersebut sudah tidak relevan lagi.

Dibutakan oleh kenyamanan yang kita rasakan, sepertinya benar kita akan berjuang saat kita dipaksa oleh keadaan itu sendiri, kenyamanan membuat kita lupa kalau sebenarnya kita sudah tertinggal jauh. Dipimpin oleh satu orang yang dianggap luar biasa, membuat kita akan bergantung oleh orang tersebut, saat orang tersebut pergi maka hilanglah kemenangan yang sebelumnya sudah mulai perlahan di bentuk. Kenyamanan dan ketergantungan terhadap satu tokoh akan membuat wadah yang didalamnya tidak akan berkembang. Walaupun yang punya kuasa sudah mencoba mewariskan budaya biar yang nanti bisa dilanjutkan, tapi akan sia-sia apabila pola pikir sang penerusnya hanya seperti budak yang nyaman diperintah tanpa ada keinginan untuk mencoba memikirkan hal yang berbeda didalamnya. Atau yang sangat bobroknya saat penerusnya hilang, tidak memikirkan hal yang pernah diperjuangkan sebelumnya, mereka pergi untuk mencari kenyamanan lain.


Pola pikir pekerja seharusnya tidak ada di benak anak-anak muda zaman sekarang, pola pikir menciptakan dan merubah yang seharusnya dibentuk dan diperjuangkan. Menjadi budak yang penurut, lama-kelamaan akan membuat kita mundur karena kita sendiri. Menciptakan perbaikan bukan hanya pekerjaan rumah sang pemimpin saja atau sang 'yang punya kuasa' seharusnya ada didalam pikiran kita semua saat ini. Perubahan baik bukan terlahir dari satu orang yang punya jabatan, semua pemain bahkan figuran dapat menjadi salah satu perubah bagi kebobrokan yang ada.

Munafik apabila setiap orang tidak ingin hidup dikenyamanan, tapi egosentris yang ada menjadi salah satu penghalang kemerdekaan dan kemenangan. Terkadang kita saja tidak dapat merubah hal-hal kecil yang ada di lingkungan kita, konsisten dan komitmen yang menjadi sebuah kendala, dan kita suka tidak tahu posisi diri saat kita ingin masuk ke lingkungan yang lebih besar, impian ingin merubah hal bobrok katanya ternyata itu hanya sebuah alibi, tanggung jawab hanya dipakai sebagai alat untuk dipamerkan. Egosentris, kenyamanan, dan modal penurut seperti budak adalah bentuk sebuah kekalahan yang tidak terpikirkan oleh kita. Banyak para pemimpin yang bertindak sewenang-wenang, salah satu penyebabnya mungkin karena rakyatnya yang tidak peduli akan kemerdekaan mereka sendiri dan perubahan baik untuk mereka, yang akhirnya menimbulkan kepemimpinan yang otoriter, atau kalau kata anak muda yang pacaran yaitu sifat posesif. Tapi tak semua pemimpin yang otoriter disebabkan oleh rasa tidak peduli rakyatnya sendiri masih banyak beberapa faktor, salah satunya faktor untuk kebaikan sepihak pemimpinnya saja, dan itu adalah hal yang salah.


Magna Charta, yang terdapat di masa tersebut saja mengindahkan adanya kebebasan yang harus diperoleh oleh beberapa pihak. Kita bisa lihat dengan hadirnya tokoh-tokoh yang ingin ada perubahan, mereka merelakan kenyamanan yang ada dikehidupan mereka untuk berani menciptakan sebuah perubahan yang baik arahnya, dan tidak ingin hanya menjadi figuran yang perannya sebagai budak saja seperti banyak orang. Perubahan berawal dari merelakan kenyamanan yang ada saat itu, tidak hanya memikirkan tentang dirinya, tapi memikirkan tentang orang lain. Manusia bukan hanya robot bisa dikontrol oleh pembuatnya. HOS Tjokroaminoto, Ir Soekarno, Mohammad Hatta, Munir bahkan Mahatma Gandhi. Tokoh-tokoh yang merelakan kenyamanan yang mereka bisa pertahankan, tapi mereka memilih untuk menjadi sebagai perubah bukan budak penurut yang secara tidak langsung sudah menjadi budaya di tempat kita.



Penulis: Nawal Najla Azula

Penyunting: Nova Wisnu Murti



Share with your friends

Give us your opinion
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done